Teman-teman Baru

Oktober 16, 2016

Saya menemukan foto ini di twitter sekitar 2 tahun lalu (berdasarkan data penyimpanan). Saat membaca tulisan ini saya berpikiran bahwa 
"Oh.. mungkin berteman dengan kakak tingkat atau adik tingkat kali ya" itu duluuu, saat masih kuliah. Sekarang, tepatnya sejak beberapa bulan yang lalu, saya benar2 merasakan yang namanya "pertemanan beda usia". Yap, saya berteman dengan ibu-ibu. Ada 3 kegiatan yang mampu mengumpulkan kami, yaitu :

1. Pengajian, diadakan seminggu sekali. Anggota pengajian 99% adalah mereka-mereka yang sudah menikah. Mereka yang belum menikah (termasuk saya) ikut pengajian sebagai perwakilan ibu yang beberapa bulan ini memang berhalangan hadir. Awalnya agak canggung, saya masih menempel ke Mak ti (sepupu yang sudah seperti ibu sendiri). Mendengarkan percakapan ibu-ibu, tentang persawahan, gudang rokok dll. HANYA mendengarkan. Karna saya tidak punya cukup nyali dan masih malu ala-ala kucing baru lahir untuk memulai percakapan

2. Ibu Dapur, orang-orang yang membantu hajatan. Di desa saya biasa menyebutnya "geddung", di Panarukan sana biasa menyebutnya "tukang". Dan spesial di blog ini, saya menyebutnya "Ibu Dapur" hehe. Bulan September lalu sedang banyak-banyaknya hajatan, karna banyak saya dan ibu harus bagi tugas. Ibu jadi ibu dapur di rumah si A, dan saya di B. Dan saya berkesempatan menjadi Ibu dapur di 2 tempat. Seperti biasa, awalnya canggung. Bingung mau bantu bagian apa. Mungkin raut muka saya menunjukkan kebingungan saya, dan kemudian ada ibu-ibu yang mengarahkan saya untuk membantu bagian membuat kue saja. Disana saya juga bertemu dengan ibu-ibu pengajian. Dan saya cukup speechless dengan obrolan-obrolan ketika jadi ibu dapur ini. Mereka tidak segan-segan untuk ngobrol masalah rumah tangga dengan sangat blak-blakan. Saya yang saat itu menjadi satu-satunya yang belum menikah jadi mati kutu sendiri. 

3. Rias Manten, kursus mak. 20 orang dari berbagai umur. Saya dan beberapa saudara yang (masih) menganggur mengikuti kursus rias yang letaknya agak jauh dari rumah. Saya pikir anggota kursus adalah anak-anak muda seperti kami, tapi ternyata orang yang sudah memiliki cucu pun ikut dengan penuh semangat. Latar belakang kami pun berbeda-beda, ada yang dari pelosok, kota, menikah, single, ibu rumah tangga, wirausahawan, dll

Dari 3 kegiatan bersama orang-orang yang tidak seumuran dengan saya, saya dapat belajar banyak hal

• Dimana saat ada suami salah satu ibu pengajian masuk hotel prodeo, ibu-ibu yang lain tidak menjauhinya, malah dijadikan topik bercandaan, mereka mengajarkan bahwa beliau tidak harus bersedih

• Dimana umur tidak menjadi alasan untuk berhenti belajar

• Dimana ibu yang sudah dicukupkan sekali hartanya, tetap rendah hati dan belajar bersama mereka yang terbelakang

• Dimana bercadaan yang berlebihan bisa menjadikan kita ga fokus belajar ngerias dan salah masukin resep kue

• Dimana saya bisa kenal nama ibu-ibu beserta anak-anaknya yang dulu hanya sebatas tahu wajahnya saja

• Dimana sok akrab itu beneran bisa bikin akrab

Hal yang paling membuat saya senang yaitu sekarang saya sudah bisa BERCANDA dengan tetangga hihihi. Saat menjadi ibu dapur di rumah si A, mbak YYY pernah mengajak saya bercanda, dan saya menjawab seadanya, dannnn saat itu pula si mbak langsung ngomong "Hehehe cuma bercanda" saya pun jadi canggung sendiri. Saya tau itu bercanda, dan sebernarnya saya menjawab candaan si mbak. Hal serupa juga terjadi saat menjadi ibu dapur di rumah si B. Ada ibu PPP yang mengajak saya bercanda, saya pun membalas candaan itu sebisanya. Setelah itu ada ibu-ibu lainnya langsung ngomong "Jangan diambil hati ya mbak ike, itu tadi cuma bercanda" Lohhh saya pun tau kalo itu bercanda, bahkan saya juga membalasnya kan? Jujur saya kepikiran. Gimana bisa di tempat yang berbeda, orang yang berbeda, saya ini dianggap orang yang serius, padahal saya juga bercanda lho itu. Perasaan saat saya masih di Malang juga ga gini-gini banget. Bisa bercanda sampe kadang bingung mau berhentiin candaannya gimana. Dan akhirnya saya pun mengamati "Gimana sih cara bercandaan yang benar?" Kuncinya ternyata yaitu jangan jawab seadanya, apa adanya, pokok yang berlawanan, atau melenceng, atau lanjutin candaannya ke arah khayalan. Nah itu baru dianggap bercanda dan tidak serius. Hasil penelitian sekian bulan nih. Ulalala~~

Masih banyak hal lain yang dapat saya pelajari dari mereka yang bila saya sebutkan bisa jadi 1 majalah wanita wkwk. Dan kalimat foto diatas benar adanya "This is how you see the world, this is how you grow" 

==> ini nulis sambil senyum2 gegara uda bisa lancar bercadaan dengan tetangga hihihi

You Might Also Like

2 komentar

Recent Comment

Member Of

  

Subscribe